Pendahuluan
Dalam suatu organisasi
kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik
sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
organisasi.
Kepemimpinan merupakan
aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123). Sedangkan menurut
Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1991:26)
Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat
kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana
dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada
kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.
Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku Aeseorang atau sekelompok orang untuk
meneapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan masalah
sosial yang di dalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dengan
pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara
mempengafuhi, membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi. Dari sini dapat dipahami
bahwa tugas utama seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya tidak
hanya terbatas pada kemampuannya dalam melaksanakan program-program saja,
tetapi lebih dari itu yaitu pemimpin harus mempu melibatkan seluruh lapisan
organisasinya, anggotanya atau masyarakatnya untuk ikut berperan aktif sehingga
mereka mampu memberikan kontribusi yang posetif dalam usaha mencapai tujuan.
1. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya
pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan
variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi
bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka
model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni
pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan
watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena
model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas
kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style)
dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan
ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor
tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations),
struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan
sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan
bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai
sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai
sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci
dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan
atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam
organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari
tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai
sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan
hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model
kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin
ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik
situasi (House 1971).
Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat
dikelompokkan dalam 4 kelompok:
Supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan). Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
Supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan). Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
2. Teori Kepemimpinan
Vroom and Yetton
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina
atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin
mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap
keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu
tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan
ke-pemimpinannya.
Mitos-mitos Pemimpin Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi.
Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the For All – Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin Mitos the For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja. Atribut-atribut Pemimpin
Mitos-mitos Pemimpin Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi.
Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the For All – Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin Mitos the For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja. Atribut-atribut Pemimpin
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus
ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah:
- mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada orang-orang yang dipimpinnya,
- juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
- tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
- aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang dipimpinnya, dan
- walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi disbanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal
tersebut bisa berbeda-beda antara situasi organisasi satu dengan organisasi
lainnya. Organisasi dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang
memiliki variasi atribut tertentu pula.
3.
Path Theory Goal
Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu
anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan
atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan
tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path goal
ini dating dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk
membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan
menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi
hambatan dan pitfalls
Model path
goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar
- Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
- Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat
mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan
dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam
Kajanto, 2003)
- Kepemimpinan Pengarah ( Directive Leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang
diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan
standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang
cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan,
organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2.
Kepemimpinan Pendukung ( Supportive Leadership )
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian
akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan
menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi,
sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang
menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive)
memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang
mengalami frustasi dan kekecewaan.
3.
Kepemimpinan partisipatif ( Participative Leadership
)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan
menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan.
Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4.
Kepemimpinan Berorientasi Prestasi ( Achievement
Oriented Leadership )
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan
yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta
terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan
tersebut.
Model kepemimpinan path-goal berusaha
meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini,
pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif,
kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut
sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi
persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan
untuk menggapai tujuan.
Model path-goal
menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan
tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat
mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan
antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika
melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan
dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga
mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu
bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Sebagai
contoh teori path goal adalah pemimpin dalam suatu regu untuk mendaki
gunung,. Pemimpin yang efektif yaitu di mana pemimpin memberikan arahan serta
motivasi agar bawahannya atau anggotanya dapat mencapai ke puncak gunung.
Pemimpin biasa memberikan reward ke pada anggotanya agar dapat mencapai
tujuan bersama.
4. Perbandingan
antara Beberapa Pendekatan Situasional
Tiga model
ini mempunyai kesamaan dan perbedaan.
Ø Persamaan
antara lain:
1.
Memusatkan perhatian pada dinamika
kepemimpinan,
2.
Telah mendorong riset mengenai
kepemimpinan, dan
3.
Tetap merupakan masalah
controversial karena masalah-masalah pengukurannya, terbatasnya pengujian
riset, dan/atau hasil riset yang saling bertentangan
Ø Perbedaan:
1.
Model fiedler adalah model yang
banyak diuji dan mungkin yang paling controversial. Pandangannya mengenai
perilaku pemimpin terpusat pada kecenderungan berorientasi pada tugas dan
hubungan dan bagaimana kecenderungan ini mempengaruhi dengan tugas dan kekuatan
posisi.
2.
Vroom dan Yetton, memandang perilaku
dari segi gaya yang otokratis, konsultatif atau gaya kelompok.
3.
Jalan tujuan, menekankan tindakan
penolong (instrumental actions) dari pemimpin dan empat gaya tindakan ini
antara lain direktif, partisipasif dan yang berorientasi pada prestasi.
5. Beberapa
Masalah Mengenai Kepemimpinan
1.
Apakah Perilaku merupakan Sebab atau
Akibat ?
Pembahasan
masalah ini secara tidak langsung mencakup apakah perilaku pemimpin mempunyai
pengaruh terhadap hasil karya dan kepuasan pekerjaan pengikut? Namun demikinan,
ada alas an yang kuat untuk mengemukakan bahwa hasil karya dan kepuasan
pengikut menyebabkan pemimpin mengubah gaya kepemimpinanya. Pernah dikemukakan
bahwa orang yang akan mengembangkan sikap positifnya terhadap obyek yang dapat
merupakan alat untuk memuaskan kebutuhannya.
2.
Hal-hal yang membatasi efektivitas
kepemimpinan
3.
Apakah ada pengganti bagi
kepemimpinanyang mempengaruhi kepuasan dan hasil karya?
Sumber : https://www.google.co.id
izin ambil beberapa kalimat buat dijadikan tugas makalah ya.. makasih
BalasHapus